Senin, 17 November 2014

MASA LALU




Kapan kebahagiaan itu datang kepadaku?! Seperti yang dikatakan Meryem dalam Novel-nya, ‘Apakah Tuhan mencintaiku?’. Rasanya hidupku tak jauh dari penderitaan. Jika Meryem dalam novelnya bisa menemukan kebahagiaan, apakah aku pun seperti itu? Rasanya Happy Ending hanya ada dalam karangan fiksi dan kenyataanya seperti ini… hinaan-hinaan mereka memekakan telingaku, membuatnya menjadi tuli akan kebahagiaan.
Ketika aku tertidur, aku selalu bermimpi malaikat-malaikat tersenyum ramah kepadaku, orangtuaku memelukku dengan hangat. Rasanya aku tak ingin terbangun dan beranjak dari tempat tidurku. Tapi bagaimanapun juga kenyataan harus aku hadapi.
***

Satu tamparan itu kembali mendarat di pipi chubby-nya, anak yang tak punya dosa itu harus menanggung penderitaan yang sama sepertiku.
Ketika melihat matanya yang memerah, aku sempat tak mengenali mereka sebagai orangtuaku. Adik ku di tamparnya hingga kulit putihnya terlihat merah, aku sudah tak sanggup melihatnya, ingin aku aku berhambur memeluknya dan menjauhkan dia dari iblis yang bersarang di tubuh kedua orangtuaku. Namun saat itu aku pun rapuh, sendi-sendi ku ngilu…
“Cukup!” Ucapku sendu dan meneteskan air mata. Perlahan aku mendekati adikku, dan memapahnya menjauhi mereka. Namun sedikit pun mereka tak terusik. Mereka melanjutkan pertengkaran mereka. Dan sepertinya aku mulai muak dengan semua ini. Kenapa orang dewasa itu memiliki sifat melebihi anak kecil.
**
Aku ingin sekali pergi dari rumah ini, namun jika aku pergi, bagaimana dengan adikku, dia akan merasakan hal yang aku alami sekarang, tumbuh di tengah orang-orang yang tidak menyayanginya. Perasaan tertekan menghantuiku, mencabik-cabik perasaanku, hingga hanya terlihat sebongkah tulang belulang.

“Tuhan… aku ingin kisahku berakhir bahagia. Seperti yang ada di buku yang kebanyakan aku baca, mereka punya banyak masalah, sama sepertiku, tapi mereka mampu mengubah alurnya. Andai aku pun bisa. Tuhan… bantu aku. Tolong jadikan mimpiku menjadi kenyataan.
***
Aku melihat dia menangis di sudut kamarnya, suaranya tersendu-sendu dan aku baru melihatnya lagi memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Tak lama ia melihatku di ambang pintu, matanya memancarkan cahaya yang dulu sering aku lihat, jiwa ke-ibuannya mulai kembali. Dia menatapku dari jauh, aku kembali menatapnya dengan sinis, sungguh aku tak bisa membuang kebenciannku kepada mereka sepenuhnya. Aku memalingkan wajah secepat mungkin dan berlari keluar rumah. Sungguh aku tak mengerti permasalahan seorang dewasa. Kadang-kadang mereka bersikap baik tapi kadang-kadang mereka seperti iblis yang susah untuk di mengerti.
Andai aku tahu akar permasalahannya, dan andai mereka menceritakannya kepadaku. Aku pasti akan mengerti. Bukan hanya mengandalkan prasangka ku saja. Karena setahuku ini terjadi  satu tahun yang lalu, saat umurku masih 12 tahun, ayahku selalu pulang larut malam. Selalu begitu setiap malamnya. Hingga suatu hari ketika ibuku mencuci baju ayah, ia menemukan noda lipstik di baju kantornya, dan pipinya memerah menahan marah dan seharian itu ibuku memarahi ku tak jelas. Ia meluapkan kekesalannya terhadap ayahku melalui aku yang jelas-jelas tidak tahu apa-apa.
Keesokkan harinya aku terbangun dengan badan yang terasa sangat kaku, kepala ku terasa sakit. Dan perlahan aku merasakan  cairan kental mengalir segar dari hidung, aku membersihkannya menggunakan tissue, lalu tak lama seseorang mengetuk pintu dan aku menyuruhnya masuk.
Aku telah bersiap-siap mendengarkan cerita darinya dan aku bertekad tidak akan pernah terkejut medengar keputusannya. Jika ini yang bisa dilakukannya, aku hanya bisa mendoakannya mudah-mudahan ini jalan yang terbaik bagi kami. Dan aku akan mengikuti kemana pun ia pergi tanpa bisa menolaknya.
Namun kesedihan mulai tampak kembali di wajahnya.
“Maaf sayang, kamu tidak bisa ikut sama  ibu. Jika kamu ikut, ibu tak tahu harus membiayai pengobatan kamu darimana. Selama ini kamu mengidap penyakit Leukimia, dan ibu tidak tahu harus mencari donor kamu dari mana. Sedangkan Gilang bukan adik kandung kamu. Dan ibu hanya orang biasa, tidak sekaya papa mu yang punya segalanya. Kau akan nyaman berada disini. Maafkan ibu nak, ibu tak bisa membawa mu pergi bersama kita. Jaga dirimu baik-baik, Jangan lupakan Ibu. Selamat tinggal…”
Deg…!
            Rasanya jantungku berhenti berdetak. Kata-kata itu mengguncang seluruh jiwa, bergejolak. Dada ini terasa sesak dan membuatku tak berdaya. Ketika Ibuku beranjak pergi dari kamar, aku tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ingin rasanya aku menangis, berteriak sekencang-kencangnya dan berlari-lari seperti anak kecil.

 To be continue


Ayo saya tunggu kritik dan saran dari temen-temen semua...!!! :)



  • part 1
  • part 2
  • part 3

2 komentar:

Anonim mengatakan...

euuh ning teu dilanjut...
nice story na, ditunggu min lanjutanna ;)

Unknown mengatakan...

oke.. oke.. hee
tapi aku lupa alurnya, maklum udah lama banget, sekarang aku jarang nulis lagi.. maaf aku mau tanya, ini siapa?

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates